Press "Enter" to skip to content

Pj Wako Sonny Sampaikan Ranperda APBD 2024 dan Penjelasan Ranperda Pajak dan Retribusi Daerah

Padang Panjang, wartapublika.com – Penjabat (Pj) Wali Kota, Sonny Budaya Putra, A.P, M.Si menyampaikan Nota Keuangan Ranperda APBD 2024 serta penjelasan atas Ranperda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pada rapat paripurna yang digelar di Gedung DPRD, Senin (13/11).

Dalam paripurna yang dipimpin Ketua DPRD, Mardiansyah, S.Kom beserta Wakil Ketua. Yulius Kaisar dan Imbral, S.E, Sonny menyebutkan, tema pembangunan Padang Panjang pada 2024 adalah “Peningkatan Perekonomian dan Kualitas SDM Berkarakter dan Berdaya Saing”. Sesuai dengan tema itu pembangunan ekonomi akan diarahkan kepada beberapa poin.

“Di antaranya, peningkatan lapangan usaha unggulan, penataan destinasi wisata, intensifikasi Padang Panjang sebagai kota MICE (Meeting, Incentive, Conference and Exhibition), mendorong peningkatan UKM. Serta mendorong dan mengembangkan sarana prasarana pendukung aktivitas perekonomian dan mengembangkan Pasar Pusat menjadi pasar rakyat dengan konsep wisata belanja,” sebutnya.

Adapun indikator makro yang ingin dicapai pada 2024, lanjut Sonny, pertumbuhan ekonomi sebesar 5,20%, laju inflasi sebesar 3+1% (3 plus minus 1 persen), IPM sebesar 79,02, Indeks Gini sebesar 0,292, tingkat kemiskinan sebesar 4,24 persen, tingkat pengangguran sebesar 4,43 persen dan PDRB Perkapita ADHB sebesar Rp75,58 juta.

“Target-target makro tersebut diharapkan dapat dicapai melalui pelaksanaan APBD 2024 yang merupakan tahun pertama pelaksanaan RPD Padang Panjang 2024-2026. Dimana secara umum Pendapatan Daerah 2024 direncanakan sebesar Rp601.426.957.000  atau naik sebesar Rp33.032.376.243 (5,81%) jika dibandingkan dengan target pendapatan pada Perubahan APBD 2023 yang diproyeksikan sebesar Rp568.394.580.757,” lanjutnya.

Terkait dengan proyeksi pendapatan 2024, ia menjelaskan, Pendapatan Asli Daerah diproyeksikan sebesar Rp109.614.830.000 dan Pendapatan Transfer sebesar Rp491.812.127.000.

Di samping itu, tambah Sonny, terkait dengan Belanja Daerah sebesar Rp630.426.957.000, naik sebesar 4,90% atau Rp29.463.731.319 dibandingkan anggaran belanja pada Perubahan APBD 2023 yang mencapai Rp600.963.225.681.

Untuk anggaran Belanja Operasi 2024 naik sebesar 3,58% jika dibandingkan dengan Perubahan APBD 2023. Kenaikan Belanja Operasi bersumber dari Belanja Pegawai yang naik sebesar 8,24% dan Belanja Bantuan Sosial yang naik sebesar 216,57%. Kenaikan Belanja Pegawai terjadi karena pemenuhan Belanja Pegawai mengikuti aturan kenaikan gaji pokok PNS sebesar 8% pada 2024.

“Anggaran Belanja Modal dianggarkan sebesar Rp71.663.782.244, turun sebesar Rp17.632.740.761 dibandingkan pada Perubahan APBD 2023. Sedangkan alokasi Belanja Tak Terduga dianggarkan sebesar Rp2,5 M, naik sebesar 150%  atau Rp1,5 M dibandingkan dengan anggaran Belanja Tak Terduga pada Perubahan APBD 2023,” tambahnya.

Sedangkan untuk Pembiayaan Daerah, Sonny menyebutkan, penerimaan Pembiayaan Daerah direncanakan sebesar Rp30 M. Bersumber dari SiLPA berupa perkiraan penghematan belanja 2023.

Sedangkan Pengeluaran Pembiayaan Daerah direncanakan sebesar Rp1 M yang direncanakan untuk penambahan investasi pada PT. Bank Nagari Sumatera Barat.

“Diharapkan dengan adanya penambahan penyertaan modal ini, dapat meningkatkan PAD dari Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan. Dengan demikian maka Pembiayaan Netto yang direncanakan dalam RAPBD 2024 ini adalah sebesar Rp29 M,” ujarnya.

Sementara itu, terkait dengan Ranperda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Sonny mengatakan, hal ini dilakukan guna Penyederhanaan Peraturan Daerah mengenai pajak daerah dan retribusi daerah. UU No 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD) menetapkan semua jenis pajak daerah dan retribusi daerah agar ditetapkan dalam satu peraturan daerah saja.

“Dalam Pasal 94 UU HKPD dinyatakan bahwa jenis pajak dan retribusi, subjek pajak dan wajib pajak, subjek retribusi dan wajib retribusi, objek pajak dan retribusi, dasar pengenaan pajak, tingkat penggunaan jasa retribusi, saat terutang pajak, wilayah pemungutan pajak, serta tarif pajak dan retribusi, untuk seluruh jenis pajak dan retribusi ditetapkan satu perda dan menjadi dasar pemungutan pajak dan retribusi di daerah,” katanya.

Adapun jangka waktu pemberlakuan perda mengenai pajak dan retribusi daerah yang disusun, UU HKPD telah menetapkan perda mengenai pajak dan retribusi yang disusun berdasarkan UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah masih tetap berlaku paling lama dua tahun terhitung sejak diundangkannya UU HKPD, 5 Januari 2022.

“Khusus ketentuan mengenai PKB, BBNKB, Pajak MBLB, bagi hasil PKB, dan bagi hasil BBNKB dalam perda yang disusun berdasarkan UU 28/2009 masih tetap berlaku sampai dengan tiga tahun terhitung sejak tanggal diundangkannya UU HKPD,” terangnya.

Sonny menambahkan, kedudukan Ranperda pajak daerah dan retribusi daerah adalah sebagai dasar pemungutan pajak dan retribusi sebagaimana diamanatkan UUD 1945, UU No 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 1/2022 tentang HKPD.

Perda ini nantinya akan menjadi bagian penting dalam optimalisasi peningkatan pendapatan daerah sebagai penopang dalam penyelenggaraan urusan  pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah.

“Untuk menyusun ranperda yang baru, Pemerintah Daerah bersama Kementerian Hukum dan HAM telah melakukan kajian yang dimuat dalam suatu naskah akademik,” jelasnya.

Dengan diundangkannya perda ini nantinya, sebut Sonny, diharapkan dapat meningkatkan PAD guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat, menerapkan optimalisasi tata kelola penyelenggaraan pajak dan retribusi. Memberikan pedoman bagi aparatur serta masyarakat dalam penyelenggaraan pajak dan retribusi(*/rifki)