Masih lekat di ingatan semua orang, malam hari tanggal 11 Mei 2024 silam, menjadi malam yang sangat mengerikan bagi warga Tanah Datar. Banjir bandang yang membawa material lahar dingin Gunung Api Marapi, meluluhlantakkan sejumlah wilayah di Luhak nan Tuo itu.
Kepanikan yang terjadi di malam itu, dirasakan semua orang. Masih lekat di ingatan, jeritan warga yang dilanda kepanikan menceritakan bagaimana gemuruh air yang terdengar dari jarak ratusan meter. Korban pun berjatuhan.
Bukan hanya harta benda. Secara keseluruhan, 61 warga ditemukan tewas dan 14 lainnya hilang sia-sia dihempas banjir lumpur vulkanik di sepanjang jalur sungai yang berhulu dari Marapi. Sungguh pengalaman pahit tak terperi. Dan siapapun tak lagi menginginkan hal itu terulang.
Dampak serius dari bencana itu bukan hanya di saat itu saja, namun jauh ke depan, sejumlah kerusakan membuat ragam kesulitan yang dirasakan warga. Kehancuran rumah, fasilitas umum seperti hancurnya drainase, jembatan, dan banyak kerusakan lainnya sebagai akibat yang mesti ditanggung oleh daerah dan masyarakat.
Berbulan-bulan, perbaikan demi perbaikan, diupayakan untuk menormalisasi fasilitas umum. Jalan utama di Lembah Anai X Koto ditutup total untuk perbaikan. Jembatan penghubung Nagari Singgalang ke Kota Padang Panjang hancur lebur tergerus banjir, yang disusul terisolirnya masyarakat untuk mendapatkan pertolongan.
Sementara di pihak lain, kerugian yang tidak sedikit mengakibatkan runtuhnya perekonomian. Tingginya jumlah korban jiwa, menjadi bukti kurangnya kesiapsiagaan kita semua dalam menghadapi bencana, termasuk banjir lahar yang berasal dari sungai-sungai yang berhulu di Gunung Marapi. Kesiapan masyarakat dan pemerintah merupakan kebutuhan mendesak dalam peningkatan mitigasi bencana dan kesiapsiagaan.
Sebagai pelajaran berharga, sebenarnya pada tanggal 8 Mei 2024, BMKG telah mendeteksi potensi hujan deras di wilayah Provinsi Sumatera Barat dan mengeluarkan peringatan dini cuaca ekstrem pada tanggal 9 hingga 12 Mei 2024.
Namun, peringatan ini tidak efektif sepenuhnya. Warga baru menerima informasi peringatan dini setelah hujan deras mulai turun. Selain itu, banyak warga tidak mendapatkan informasi terkait peringatan dini bencana, hanya peringatan cuaca ekstrem. Mereka baru mendapatkan himbauan untuk mengungsi dari warga lain sesaat sebelum banjir lahar dingin itu melanda.
Mencermati kondisi itu, kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana menjadi sangat penting. Kesiapsiagaan yang dibutuhkan bukan hanya tentang bagaimana mengatasi dampak pasca terjadinya bencana di Tanah Datar, namun lebih komprehensif pada upaya mitigasi untuk menciptakan resiliensi daerah dan masyarakat terhadap segala kemungkinan bencana.
Langkah Mitigasi
Kabupaten Tanah Datar di Sumatera Barat memiliki risiko bencana yang cukup tinggi, termasuk tanah longsor, banjir bandang, dan aktivitas vulkanik dari Gunung Marapi. Daerah ini, juga berada pada Patah Semangko yang membelah pulau Sumatra sepanjang 1900 kilometer dari Teluk Semangko di Lampung hingga Aceh.
Mitigasi bencana melalui blueprint yang disusun sedemikian rupa oleh pemerintah daerah, diperlukan untuk mengurangi risiko dan meminimalkan korban jiwa. Berikut adalah beberapa solusi mitigasi yang dapat diterapkan.
Pertama, sistem peringatan dini. Tanah Datar perlu mengembangkan sistem peringatan dini yang terintegrasi, menggunakan teknologi seperti sensor cuaca dan vulkanik.
Selain itu juga memastikan informasi peringatan dini disebarkan secara luas dan cepat melalui berbagai saluran komunikasi.
Kedua, edukasi dan pelatihan masyarakat. Hal ini dapat dilakukan melalui program edukasi secara rutin tentang bahaya bencana dan langkah-langkah evakuasi yang aman. Juga dilakukan dengan mengadakan simulasi dan latihan evakuasi secara berkala untuk meningkatkan kesiapsiagaan warga.
Ketiga, pemetaan dan ponasi pawasan rawan bencana. Pemerintah Tanah Datar perlu melakukan pembaruan dan peta Kawasan Rawan Bencana (KRB) pasca banjir bandang, yang ditujukan untuk menunjukkan daerah berisiko tinggi.
Data tersebut juga perlu dipublikasikan kepada masyarakat secara menyeluruh. Selain itu, perlu kiranya dilakukan pemetaan zona aman untuk pemukiman dan melarang pembangunan di daerah berisiko tinggi.
Keempat, pengelolaan lingkungan. Melakukan reboisasi di daerah hulu sungai untuk mencegah erosi dan memperkuat lereng gunung. Sekaligus membuat terasering di lereng yang curam dan memperbaiki sistem drainase untuk mengendalikan aliran air dan sedimen.
Kelima, infrastruktur tahan bencana. Membangun infrastruktur yang tahan terhadap banjir bandang, termasuk rumah panggung dan jembatan yang kokoh. Selain itu juga perlu mengembangkan dan memelihara sistem drainase yang efektif untuk mengalirkan air dengan cepat dan mencegah genangan.
Keenam, koordinasi dan kerja sama antar lembaga. Hal ini penting dilakukan karena berkaitan dengan sistem koordinasi seluruh pemangku kepentingan. Meningkatkan koordinasi antara pemerintah daerah, BNPB, BMKG, dan lembaga/organisasi terkait, untuk memastikan respons cepat dan terkoordinasi saat bencana. Hal lainnya adalah bekerja sama dengan ekademisi/perguruan tinggi untuk mendapatkan kajian dan bantuan teknis.
Dengan melakukan persiapan-persiapan melalui program yang terukur dalam konsep besar mitigasi bencana di Tanah Datar, tentunya akan memperkecil risiko yang dapat menimpa daerah dan masyarakat.
Upaya-upaya tersebut, perlu menjadi pemikiran bersama bagi semua elemen terkait, termasuk oleh warga Luhak nan Tuo sendiri sebagai bagian dari implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Tanah Datar Nomor 9 Tahun 2023 Tentang Penanggulangan Bencana. (*)
Penulis: Nova Indra (Dir. P3SDM Melati, Penulis, Jurnalis, Praktisi)