Press "Enter" to skip to content

Ketua MUI Zulhamdi : Hikmah Idul Adha Sejatinya Menambah Keimanan

WARTA PUBLIKA .COM, Padang Panjang – Peristiwa Kurban memberikan banyak pelajaran kepada umat islam. Baik dalam hal keagamaan maupun pendidikan keluarga.

Makna dari perayaan Hari Raya Iduladha setiap tahunnya, sejatinya bertujuan untuk mempelajari hikmah kembali mengenai syariat Islam terkait dengan kurban sehingga dapat menambah keimanan seorang muslim.

Selain karena ibadah haji yang disyariatkan di dalamnya, juga ada ibadah kurban yang bertujuan mengambil hikmah dari syariat kurban yang dilakukan Nabi Ibrahim AS. Di mana Nabi Ibrahim AS yang diminta Allah untuk berkurban.

“Singkatnya, anaknya (Nabi Ismail AS) diminta untuk “dikurbankan” hingga akhirnya Allah menggantinya dengan seekor kibas pada saat penyembelihan berlangsung,” kata Ketua MUI Kota Padang Panjang, Zulhamdi, Lc., M.A saat memberikan khutbah usai Salat Idul Adha di Islamic Center Padang Panjang, Ahad (10/7).

Lebih jauh, Buya Zulhamdi menyebutkan dari semua proses yang ada, minimal ada tiga pelajaran atau hikmah yang bisa diambil dari sejarah Nabi Ibrahim AS dan keluarganya ini. Di antaranya yaitu membentuk keluarga yang taat kepada Allah, komunikasi yang lancar antaranggota keluarga serta sabar dan ikhlas untuk menghadapi ujian hidup.
“Nabi Ibrahim AS sukses membentuk ketaatan atas keluarganya secara utuh.

Dia tidak ingin taat sendiri, tapi dia berhasil membentuk anak dan istri yang juga taat kepada Allah. Cara Nabi Ibrahim AS membentuk keluarga yang taat kepada Allah kuncinya ada pada keteladanan. Sehingga saat Nabi Ismail AS diminta untuk disembelih oleh ayahnya, bukan saja karena dirinya, tapi juga karena ada iman dan ketaatan yang terhujam di dalam jiwanya. Tentu saja salah satu faktornya adalah keteladanan dari sang ayah,” lanjutnya.

Nabi Ibrahim meskipun seorang Nabi dan yakin mimpinya dari Allah, tidak pernah memaksakan kehendak untuk langsung menyembelih anaknya. Dia memilih jalur diplomasi dan komunikasi dengan anaknya untuk menanyakan pendapat anaknya tentang mimpinya. Nabi Ibrahim yakin bahwa mimpi seorang nabi adalah sebuah wahyu, kemudian beliau mulai berdialog kepada anaknya, Ismail terkait dengan mimpi yang dialaminya. Diabadikan dalam Surah As Saffat Ayat 99-111.

“Singkatnya, dalam keluarga butuh komunikasi. Pada masyarakat butuh komunikasi. Bahkan hingga bernegara pun kita butuh komunikasi. Semakin bagus komunikasi kita, maka tidak jarang akan semakin bagus hubungan yang terjalin antara berbagai pihak,” tambahnya.

Nabi Ibrahim, katanya lagi, juga tetap sabar dan ikhlas menjalani setiap ujian dari Allah itu. Nabi Ibrahim tahu, kalau semakin tinggi kadar keimanan seseorang, maka wajar ujiannya juga semakin tinggi.

“Sehingga pengorbanan yang begitu besar dari keluarga Nabi Ibrahim, bahkan untuk mengorbankan anak yang dicintainya pun dilakukannya. Ia juga bertawakal kepada Allah SWT. Dengan tawakalnya Nabi Ibrahim menjalankan perintah dan Allah tebus dengan hewan kurban yang besar sebagai pengganti,” tutupnya. (*)

Sumber : Kominfo Padang Panjang
Penulis : Rifki
Editor : Adek